Berdasarkan latar belakang semangat tangungjawab dan pengabdian generasi muda terhadap bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) dengan didasari kesadaran terhadap perkembangan situasi hari ini di era globalisasi pada abad 21 milenium ke 3 dimana “Liberalisasi” menjadi semangat hubungan kerjasama disegala bidang antar negara yang terhitung pada tahun 2015 kesepakatan KTT ASEAN dalam AFTA dan 2020 kesepakatan KTT APEC dalam Bogor Goals perdagangan dan investasi bebas Liberalisasi Dunia melalui pintu Asia Pasifik serta perjanjian-perjanjian bilateral dan regional lainnya.
Gerakan kita generasi muda yang berjuang melihat liberalisasi di era neoliberalisasi terhadap bangsa negara Indonesia lebih cendrung menjadi basis imprialisme dalam bentuk neoimprialisme sehingga menyebabkan eksistensi kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa negara merdeka dan berdaulat yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia terancam sebagai bangsa negara “Merdeka di dalam Keterjajahan”.
Merdeka di dalam Keterjajahan menjadi pandangan serta analisa gerakan kita generasi muda yang berjuang bahwa noliberalisasi dalam basis neoimprialisme telah berhasil menempatkan kepentingan-kepentingannya terlindungi oleh kekuatan konstitusi amandemen UUD 45 dengan turunan berpayung hukum yaitu Undang-Undang.
Era reformasi menjadi kesempatan pintu masuk intervensi demokrasi liberal dengan keterlibatan baik secara terbuka maupun tertutup terhadap arah proses penyusunan perubahan Amandemen UUD 1945 baik di mulai dari perubahan pertama sampai perubahan ke empat. Sehingga amandemen UUD 1945 dalam proses implementasinya lebih banyak menghasilkan produk Undang-Undang yang sangat sekali tidak berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai maksud dan tujuan Indonesia merdeka yang tertuang dari alenea pertama sampai ke empat. Maka dengan sendirinya nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah bangsa dan Idiologi negara mengalami degredasi yang sangat fundamental. Kondisi inilah dengan disertai fakta-fakta yang terkembang pasca amandemen perubahan ke empat UUD 1945 kondisi bangsa negara Indonesia berada dalam situasi “Merdeka di dalam Keterjajahan”.
Bila kepemimpinan bangsa tidak berani mengambil pilihan kepeloporan untuk sistem pemerintahan kedepan pasca pemilu 2014 menjalankan secara murni dan konsukwen terhadap penegakkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai konstitusi maka dapat dipastikan amandemen UUD 1945 tidak memiliki daya “Imunitas” terhadap laju Liberalisasi yang telah dipastikan akan kehadirannya pada tahun 2015 kesepakatan KTT ASEAN dalam AFTA dan 2020 kesepakatan KTT APEC dalam Bogor Goals.
Secara fakta satu diantara yang telah terjadi yaitu :
Sudah menjadi rahasia umum bersama bahwa Undang - Undang yang dihasilkan oleh Amandemen UUD 1945 hanya menghasilkan sebuah Undang – Undang yang menitikberatkan kepada kepentingan golongan/kelompok bahkan hingga kepentingan asing. Berbicara tentang UU maka kita berbicara proses pembentukan UU, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 bahwa kekuasaan untuk membentuk UU ada pada DPR dan setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.
Dengan Segala macam produk yang dihasilkan oleh UU yang tidak pro terhadap rakyat dan disahkan oleh DPR menimbulkan kerusakan dan mulai “mengerogoti” setiap aspek yang berada didalam interaksi sosial seperti Politik, hukum, ekonomi, budaya, sosial, keamanan, pertahanan dan hubungan internasional. Yang mana dengan “tergerogoti”nya lini – lini di interaksi sosial itulah maka terbentuk sebuah fakta yang menyebabkan timbulnya permasalahan di setiap daerah di Indonesia.
Selain itu, interaksi sosial yang bermasalah akhirnya menyebabkan hilangnya Sumber Daya Alam kita, tergerus oleh para corporate – corporate maupun konglomerat asing dengan nyaman karena terlindungi oleh payung hukum UU no. 25 tahun 2007 yang mengatur Penanaman Modal Asing dan juga tereksploitasi pula secara besar bahwa Sumber Daya Manusia kita lama kelamaan hanya menjadi “Budak di Negeri sendiri” karena tidak mampu bersaing dengan kaum pekerja dari Luar Negeri, begitu pula turunnya moral dan etika dari para pemimpin/wakil rakyat saat ini makin memperparah dilihat dari hilangnya ketegasan dan tujuan arah bangsa kedepan,
sehingga cita – cita bangsa Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta mewujudkan kedamaian dunia itu hanyalah sebuah mimpi belaka.
Itulah mengapa, dalam setiap fakta – fakta yang berkembang baik dari Sumber daya alam yang makin lama habis karena di“hisap” oleh asing ditambah dengan merosotnya moral para pemimpin/wakil rakyat yang mempunyai keinginan memperkaya diri dan/atau kelompoknya menyebabkan merebaknya permasalahan – permasalahan Penyalahgunaan baik wewenang/jabatan hingga anggaran dari pusat sampai daerah.
Penyalahgunaan wewenang/jabatan dan anggaran dana berujung kepada ranah pidana Korupsi yang mana itu pula diatur didalam UU no. 20 tahun 2001, praktek korupsi yang merajalela merugikan Negara hingga ratusan triliyun rupiah per tahun menunjukan lemahnya system politik mencegah tumbuh suburnya praktek korupsi di Indonesia.
Itulah sedikit alur yang terjadi dimana setiap permasalahan bangsa ini hanya diputar – putar kepada Penyalahgunaan wewenang/jabatan dan anggaran dana yang berujung kepada praktek tindak pidana korupsi.
Tapi perlu kita ingat permasalahan yang diatas ibarat sebuah ranting pada pohon, kita masih perlu mencari akar dari setiap permasalahan yang terjadi di Indonesia, karena sampai saat ini penyelesaian tindak pidana korupsi saja tidak pernah menemukan titik terangnya sebut saja bailout bank Century, SKK Migas dan Hambalang yang melibatkan para petinggi sejumlah partai besar maupun dari keluarga cikeas yang jelas – jelas telah merugikan Negara triliyunan rupiah.
Padahal kita sama – sama ketahui bahwa hasil dari UU saat ini adalah produk dari Amandemen UUD 1945 yang mana menjadikan tujuan dan cita – cita bangsa keluar dari trek apa yang sudah disusun oleh para founding fathers kita dan tidak sesuai dengan preambule UUD 1945.
Hubungan dunia kita mengenal dengan PBB (Persatuan Bangsa Bangsa), keanggotaan PBB saat ini berjumlah 192 Negara dan memiliki 6 badan utama dan 12 organisasi negara didalamnya. PBB berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945 di kota san fransisco, Amerika Serikat dengan menghasilkan PIAGAM PBB.
Sebagai Piagam adalah sebuah perjanjian konstituen dan seluruh penandatangan terikat dengan isinya. Selain itu, Piagam tersebut juga secara eksplisit menyatakan bahwa Piagam PBB mempunyai kuasa melebihi seluruh perjanjian lainnya.
Didalam Piagam PBB itu sendiri meniadakan penjajahan di atas dunia sesuai dengan paragraf
“ mempraktekan toleransi dan hidup bersama dalam damai satu sama lain sebagai tetangga baik dan menyatukan kekuatan kita untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional, dan memastikan, dengan penerimaan prinsip dan institusi metode, bahwa kekuatan bersenjata tidak boleh digunakan kecuali untuk kepentingan umum, dan menggunakan mesin internasional untuk mempromosikan kemajuan ekonomi dan sosial bagi semua bangsa.”.
Negara Amerika Serikat dan RRC merupakan salah satu pendiri dan menjadi anggota asli PBB yang menandatangani PIAGAM PBB.
Pembentukan PBB bertujuan untuk memajukan kerjasama internasional dan mencegah terjadinya peperangan. Semangat inilah yang rasanya menjadi sebab mendasar bergabungnya bangsa negara Indonesia menjadi anggota PBB karena didasari semangat yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.
Sikap Kita Taruna Juang Indonesia (TAJI)
Didasari kesadaran terhadap tanggungjawab sebagai generasi muda dengan kondisi bangsa hari ini yang tertuang secara garis besar dalam kata pengantar, sekapur sirih, serta latar belakang maka Taruna Juang Indonesia mengambil pilihan sikap :
1. Menjunjung tinggi Manifesto Partai GERINDRA dengan dilandasi kesadaran keterdesakan keadaan bangsa negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka dalam ancaman Penjajahan serta runtuhnya kehidupan bangsa dan Negara Republik Indonesia berdasarkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945. Inilah sikap kita mengartikan “ Bila bukan kita, siapa lagi-Bila bukan sekarang kapan lagi”
2. Menggalang generasi muda bukan hanya sebatas mobilisasi massa melainkan memikul beban tanggungjawab terhadap penyelamatan bangsa negara Indonesia sebagai bentuk menjawantahkan Manifesto Partai GERINDRA ad Bidang Pemuda dalam mengimplementasikan 16 Pokok-pokok perjuang Partai GERINDRA sebagai program jangka menengah dan program jangka panjang Taruna Juang Indonesia.
3. Mendukung penuh serta terlibat aktif menghantarkan Abangda Let.Jen TNI Purn. Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden Republik Indonesia dengan didasari seluruh gagasan yang tertuang dalam Manifesto Partai GERINDRA secara terkhusus pada Mukadimah, Visi dan Misi Manifesto.
Dan halini menjadi program jangka pendek yang telah menjadi sikap Taruna Juang Indonesia dalam judul besar
TAJI Prabowo untuk Indonesia Raya
Tertanda
Komandan
Taruna Juang Indonesia
Post a Comment